Original Post: July 22, 2012 at 11:15am
Sudah
menjadi rahasia umum kalau jalan Solok-Padang terutama Sitinjau,
belakangan ini ruwet dan sering macet. Berhubung jalan sedang
diperbaiki sehingga yang dipakai hanya satu jalur. Nah, kemacetan ini
berbuntut panjang hingga dekat dengan ketidaksabaran. Seperti kali ini.
Setelah hampir satu jam menunggu, begitu jalan dibuka, tiap kendaraan
berebut memotong kendaraan lain sehingga jalan yang tadinya hanya untuk
satu jalur malah jadi dua berbanjar. Semua sopir jadi tidak sabaran.
Tancap gas mendadak, rem mendadak. Apalagi, lawan kebanyakan bus-bus
besar, truk tronton yang lelet. Sang sopir minibus pun dengan piawai
mencoba berusaha 'mengalahkan para lawan' agar cepat sampai tujuan. Tapi
ini malah membuat penumpang terjungkang-jungkang. Ibu-ibu mulai ribut,
anak kecil merengek-rengek. Bapak-bapak mengumpat-ngumpat menyalahkan
truk-truk yang mengambil seluruh badan jalan sekaligus sopir yang
ugal-ugalan. Para mahasiswa sih diam saja dengan muka tegang (^_^").
Suasana makin mencekam tatkala sebuah truk pertamina dengan merk "HATI-HATI JAGA JARAK, BAHAN CAIR MUDAH TERBAKAR" meyerempet dengan ganas sambil ngasih sinyal "Biar saya duluan". Sang sopir kelabakan. Semakin tancap gas. Truk semakin menyerempet, padahal sebelah kiri jurang dalam. Kebetulan saya duduk di CC, jadi agak ngeri2 seru juga soalnya jarak badan truk dengan minibus tinggal hitungan centimeter. Haduh!! Saya coba mendeskripsi imajinasi kawan saya kemarin pas di perjalanan pulkam. Seandainya di Sitinjau ini ada raksasa, kita tinggal dijentik, atau diangat bareng-bareng dengan satu tangan tanpa harus terjebak macet begini.. Nah, kalau sekarang saya masuk jurang mudah-mudahan diambil segera oleh si Raksasa sebelum 'mencium' dasar jurang. Hihihi….
Sang sopir me rem mendadak. Meneriaki si sopir truk pertamina. Si sopir truk pertamina diam saja pertanda tak mau ngalah. Badan minibus makin terjepit. Kiri tepi jurang, kanan truk pertamina. Penumpang teriak-teriak.
"sudah pak, sabar saja pak.. Biarkan saja truk itu lewat…."
"pak….pak...Sabar pak, puasa… saya ga mau mati konyol disini pak!!"
Penumpang disebelah saya sudah pucat mukanya hampir menangis. "Da, awak turun disiko se lah da! Mambana wak Da!!"
At least, sang sopir pun mengalah dengan sekecamuk perasaan tak berdaya bercampur arogansi sebagai supir minibus berpengalaman. Truk pertamina melaju sentosa. Tetapi tetap saja sang sopir ugal-ugalan sampai penumpang yang pucat mukanya tadi akhirnya turun dengan tatapan "saya berjanji tidak akan naik bus ini lagi!!!".
Saya hampir sampai tujuan. Sang sopir bertanya,
"Adek kenapa diam saja? Tidak ikut minta-minta turun?"
Eh? Saya tersenyum "Saya kalau dalam perjalanan ya percaya saja sama Pak Sopir. Soalnya rem dan gas nya kan ada sama Pak Sopir, bukan sama saya. Pak sopir yang pegang kendali, saya hanya bisa berkomentar."
"Tapi tadi itu kalau masuk jurang bisa mati lo Dek.. ha5"
"Kalau hidup dan mati saya, itu diluar kendali Pak Sopir.. he5"
*Dalam hati saya menggumam. Coba tadi rem dan gas nya sama saya. Mungkin saya lebih ugal-ugalan. Hohoho. (Uups! Astaghfirullah... Tuing-tuing)
Suasana makin mencekam tatkala sebuah truk pertamina dengan merk "HATI-HATI JAGA JARAK, BAHAN CAIR MUDAH TERBAKAR" meyerempet dengan ganas sambil ngasih sinyal "Biar saya duluan". Sang sopir kelabakan. Semakin tancap gas. Truk semakin menyerempet, padahal sebelah kiri jurang dalam. Kebetulan saya duduk di CC, jadi agak ngeri2 seru juga soalnya jarak badan truk dengan minibus tinggal hitungan centimeter. Haduh!! Saya coba mendeskripsi imajinasi kawan saya kemarin pas di perjalanan pulkam. Seandainya di Sitinjau ini ada raksasa, kita tinggal dijentik, atau diangat bareng-bareng dengan satu tangan tanpa harus terjebak macet begini.. Nah, kalau sekarang saya masuk jurang mudah-mudahan diambil segera oleh si Raksasa sebelum 'mencium' dasar jurang. Hihihi….
Sang sopir me rem mendadak. Meneriaki si sopir truk pertamina. Si sopir truk pertamina diam saja pertanda tak mau ngalah. Badan minibus makin terjepit. Kiri tepi jurang, kanan truk pertamina. Penumpang teriak-teriak.
"sudah pak, sabar saja pak.. Biarkan saja truk itu lewat…."
"pak….pak...Sabar pak, puasa… saya ga mau mati konyol disini pak!!"
Penumpang disebelah saya sudah pucat mukanya hampir menangis. "Da, awak turun disiko se lah da! Mambana wak Da!!"
At least, sang sopir pun mengalah dengan sekecamuk perasaan tak berdaya bercampur arogansi sebagai supir minibus berpengalaman. Truk pertamina melaju sentosa. Tetapi tetap saja sang sopir ugal-ugalan sampai penumpang yang pucat mukanya tadi akhirnya turun dengan tatapan "saya berjanji tidak akan naik bus ini lagi!!!".
Saya hampir sampai tujuan. Sang sopir bertanya,
"Adek kenapa diam saja? Tidak ikut minta-minta turun?"
Eh? Saya tersenyum "Saya kalau dalam perjalanan ya percaya saja sama Pak Sopir. Soalnya rem dan gas nya kan ada sama Pak Sopir, bukan sama saya. Pak sopir yang pegang kendali, saya hanya bisa berkomentar."
"Tapi tadi itu kalau masuk jurang bisa mati lo Dek.. ha5"
"Kalau hidup dan mati saya, itu diluar kendali Pak Sopir.. he5"
*Dalam hati saya menggumam. Coba tadi rem dan gas nya sama saya. Mungkin saya lebih ugal-ugalan. Hohoho. (Uups! Astaghfirullah... Tuing-tuing)
0 komentar: