Kantin samping Rektorat. Dua mahasiswa. Lelaki dan perempuan, saling berhadapan. Beberapa kawan datang, menyapa dan berbincang. Tetapi mereka asyik dalam diskusi sendiri. Mengeluhkan dosen pembimbing skripsi yang mungkir janji: menyuruh datang pagi-pagi lalu tiba-tiba pergi. Yang satu menenangkan, lalu mengalihkan percakapan. Tentang metode pendidikan, homeschooling, konsep dan teori baru.
Seperti Dejavu.
Setahun yang lalu...
Kantin samping Rektorat. Dua mahasiswa. Lelaki dan perempuan, saling berhadapan. Beberapa kawan datang, menyapa dan berbincang. Tetapi mereka asyik dalam diskusi sendiri. Yang satu menyimak khidmat. Topik percakapan yang serampangan. Tentang kekacauan dunia pendidikan, perbandingan mazhab, isu-isu politik, permasalahan antar Hizb, sejarah, tokoh berpengaruh, dan Sherlock Holmes. Hingga ...
"Kamu jadi pulang Ramadhan ini?"
"Ya, begitulah."
"Kuliahmu?"
"Selesai. Tinggal penelitian. Bisa kukerjakan di rumah."
"Ng, soal ... menikah? Kamu bukannya sedang ta'aruf dengan seorang Ikhwan?'
"Selesai juga."
"Loh kenapa?"
"Ga jadi. Ga cocok."
Mereka diam. Waktu seolah membeku. Ditingkahi bunyi minuman yang diseruput pelan. Mahasiswa lain dimeja berbeda juga berbincang. Namun entah membicarakan apa.
"Aku ikut ke Padang."
Perempuan itu menatap lelaki dihadapannya dengan pandangan sebiasa mungkin, "...maksudmu?"
"Masih ada tiket kan?"
"Kamu..? Bukannya kamu bilang sedang menyukai seorang akhwat?"
"Ah, please forget it."
"What?"
"I need you ... "
Perempuan itu, berusaha menegakkan tubuh yang terasa kaku.
"Apa alasanmu?"
"Perlukah alasan? Oh ya! Pengen gila-gilaan!" Lelaki itu cengengesan.
Cukup sudah. Terpangkas semua pertanyaan. Sepertinya pembicaraan mereka harus ditutup sekarang juga.
"No, no! Please change your mind. I-said-you, please change your mind!"
"Aku akan bicara dengan papamu. Terserah diterima atau ditolak, itu urusan nanti."
"Aku mau pulang. Besok pagi, I hope you have changed your mind!"
***
Kantin samping Rektorat. Perempuan itu masih duduk disitu. Mengamati dua mahasiswa yang semakin seru berdiskusi, bahkan berdebat hangat. Mahasiswa lain mulai banyak berdatangan. Menepuk bahu si lelaki, mengerling pada si perempuan, "Assssooy asyik banget ngobrolnya. Sadar ga sih, kalian itu cocok! Udah Bro, tunggu apalagi? Nikahin aja!"
Perempuan itu tersenyum. Meraba perut yang sekarang membuncit. Kantin yang sama, meja yang sama. Rasa yang berbeda. Aaah, benar juga. SkenarioNya memang tak terduga, dan lebih luar biasa.
Maka sesungguhnya kita tak perlu mengarang jalan cerita. SkenarioNya sudah ada.
Seperti Dejavu.
Setahun yang lalu...
Kantin samping Rektorat. Dua mahasiswa. Lelaki dan perempuan, saling berhadapan. Beberapa kawan datang, menyapa dan berbincang. Tetapi mereka asyik dalam diskusi sendiri. Yang satu menyimak khidmat. Topik percakapan yang serampangan. Tentang kekacauan dunia pendidikan, perbandingan mazhab, isu-isu politik, permasalahan antar Hizb, sejarah, tokoh berpengaruh, dan Sherlock Holmes. Hingga ...
"Kamu jadi pulang Ramadhan ini?"
"Ya, begitulah."
"Kuliahmu?"
"Selesai. Tinggal penelitian. Bisa kukerjakan di rumah."
"Ng, soal ... menikah? Kamu bukannya sedang ta'aruf dengan seorang Ikhwan?'
"Selesai juga."
"Loh kenapa?"
"Ga jadi. Ga cocok."
Mereka diam. Waktu seolah membeku. Ditingkahi bunyi minuman yang diseruput pelan. Mahasiswa lain dimeja berbeda juga berbincang. Namun entah membicarakan apa.
"Aku ikut ke Padang."
Perempuan itu menatap lelaki dihadapannya dengan pandangan sebiasa mungkin, "...maksudmu?"
"Masih ada tiket kan?"
"Kamu..? Bukannya kamu bilang sedang menyukai seorang akhwat?"
"Ah, please forget it."
"What?"
"I need you ... "
Perempuan itu, berusaha menegakkan tubuh yang terasa kaku.
"Apa alasanmu?"
"Perlukah alasan? Oh ya! Pengen gila-gilaan!" Lelaki itu cengengesan.
Cukup sudah. Terpangkas semua pertanyaan. Sepertinya pembicaraan mereka harus ditutup sekarang juga.
"No, no! Please change your mind. I-said-you, please change your mind!"
"Aku akan bicara dengan papamu. Terserah diterima atau ditolak, itu urusan nanti."
"Aku mau pulang. Besok pagi, I hope you have changed your mind!"
***
Kantin samping Rektorat. Perempuan itu masih duduk disitu. Mengamati dua mahasiswa yang semakin seru berdiskusi, bahkan berdebat hangat. Mahasiswa lain mulai banyak berdatangan. Menepuk bahu si lelaki, mengerling pada si perempuan, "Assssooy asyik banget ngobrolnya. Sadar ga sih, kalian itu cocok! Udah Bro, tunggu apalagi? Nikahin aja!"
Perempuan itu tersenyum. Meraba perut yang sekarang membuncit. Kantin yang sama, meja yang sama. Rasa yang berbeda. Aaah, benar juga. SkenarioNya memang tak terduga, dan lebih luar biasa.
Maka sesungguhnya kita tak perlu mengarang jalan cerita. SkenarioNya sudah ada.
0 komentar: