August 15, 2012 at 8:42pm
Akak teringat dulu ketika masih kecil diajak berenang oleh Papa ke Danau Singkarak. Mereka naik "kincia-kincia",
semacam sepeda air. Akak dan Adik, Papa yang pegang kemudi. Akak waktu
itu sangat penakut sekali jika melihat air dalam jumlah besar karena
seminggu sebelumnya tenggelam di sungai. Tapi karena ada Papa, takut nya
Akak tahan-tahan. Awalnya Akak santai saja, ada Papa. Ketika kincir
makin melaju ketengah Danau hingga orang-orang di dermaga nampak sebesar
kelingking, Akak mulai tegang. Behubung waktu itu hobi nonton film
gurita raksasa, hiu, dan buaya pemakan manusia, mulailah terbayang
aneh-aneh.
Akak pun tak tahan lagi.
"Pa…. Ayo kita balik" suara Akak gemetar menahan tangis.
"Hm?"
"Akak mau balik saja. Akak Taa.. kuut..."
Tiba-tiba Papa menghentikan kincir. Adik sih diam saja. Waktu itu dia masih kelas 3 SD dan Akak kelas 5 SD.
Riak-riak danau terasa makin menyeramkan. Akak tak tahu kedalamannya berapa meter tapi Akak merasa dibawah sana adalah jurang dan mereka berada diatas bukit! (Dampak terlalu hobi membaca Lima Sekawan~Enid Blyton)
Yang ada hanya ganggang.
Biru dalam.
Biru menenggelamkan.
Biru menakutkan!
"Akak jaga adik, Papa turun sebentar. Ingat, kalau banyak bergerak kincirnya akan terbalik!"
Akak yang sudah takut, mulai cemas tak karuan. Tapi juga tak mau kelihatan penakut. Akak diam saja.
Dengan ngeri Akak lihat Papa mencebur ke danau.
Kincir pun mengapung-apung tanpa pengemudi.
…………………
Detik demi detik berlalu
Mereka, Akak dan Adik, bernyanyi-nyanyi pelan.
Rintik-rintik hujan//masih membasahi//kala kau menyapa pelangiku….
Ingin kumenari//jumpa bidadari//bawalah aku pergi bersamamu….
Bisikkan kisah yang lucu//nyanyikanlah lagu merdumu//merah kuning jingga dan ungu//sentuhan warnamu dalam gaunku...
…………………………………………
Lagu sudah selesai dinyanyikan.
Duuuh, Papa kemana???…..
Lama sekali, Papa tak muncul-muncul!
Akak serasa mau pipis! Adik mulai rewel. "Papa tadi mana kak…
Akak diam saja dalam diam.
Papa dimakan hiu??!!??!!"
Mereka, Akak dan Adik saling tatap, berpegangan, dan menggigil ketakutan.
Angin berhembus membuat kincir jadi semakin bergoyang.
Seperti diperintah satu suara, mereka pun mulai mewek dan berteriak-teriak kencang.
"Papaaaaaa…..paapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…. papaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!"
Tiba-tiba, dari samping kincir air berkecipak.
"Akak kenapa teriak-teriak? Adik kenapa menangis?"
"Kami takut!"
"huhuhuhu.. Adik takut papa mati, Papa dimakan hiu..huhu!"
"Sssshhh… sstt.. Sini Papa bilang satu rahasia supaya tidak takut."
mereka, Akak dan Adik langsung terdiam.
Papa berkata dengan suara bergema seperti sinterklas dan gaya lucu.
"Huwahahahahaha. Anak-anak Papa yang baik, dengarlah, Papa ada nasehat! Jika takut jangan katakan, jika dikatakan jangan takut! Ha ha ha. Nah! Begitu! Tersenyum lebih baik daripada menangisi hal tak penting. Anak Papa pintar. Lihat Papa dapat apa!"
Papa kembali naik ke sepeda kincir dan duduk ditengah. Akak dan Adik melongok. Rupa-rupanya Batu kecil seperti telur puyuh dan berwarna abu-abu. Papa kembali mengemudikan kincir. Sesampainya di tepi, Papa menggosok-gosokkan batu tadi ke batu besar lalu ditekan ke siku Akak. Akak meringis. Adik tertawa terbahak-bahak.
"apa yang Akak rasakan?"
"Panas.. hhhh"
"Akak tahu kenapa terasa panas di siku?"
"Karena digosok-gosok terus ke batu besar"
Papa tersenyum.
"Pegang ini. Kalau Akak merasa takut, merasa punya masalah, gosok-gosokkan saja batunya.
Nanti…. Akak akan punya jawaban yang berbeda… "
Akak pun tak tahan lagi.
"Pa…. Ayo kita balik" suara Akak gemetar menahan tangis.
"Hm?"
"Akak mau balik saja. Akak Taa.. kuut..."
Tiba-tiba Papa menghentikan kincir. Adik sih diam saja. Waktu itu dia masih kelas 3 SD dan Akak kelas 5 SD.
Riak-riak danau terasa makin menyeramkan. Akak tak tahu kedalamannya berapa meter tapi Akak merasa dibawah sana adalah jurang dan mereka berada diatas bukit! (Dampak terlalu hobi membaca Lima Sekawan~Enid Blyton)
Yang ada hanya ganggang.
Biru dalam.
Biru menenggelamkan.
Biru menakutkan!
"Akak jaga adik, Papa turun sebentar. Ingat, kalau banyak bergerak kincirnya akan terbalik!"
Akak yang sudah takut, mulai cemas tak karuan. Tapi juga tak mau kelihatan penakut. Akak diam saja.
Dengan ngeri Akak lihat Papa mencebur ke danau.
Kincir pun mengapung-apung tanpa pengemudi.
…………………
Detik demi detik berlalu
Mereka, Akak dan Adik, bernyanyi-nyanyi pelan.
Rintik-rintik hujan//masih membasahi//kala kau menyapa pelangiku….
Ingin kumenari//jumpa bidadari//bawalah aku pergi bersamamu….
Bisikkan kisah yang lucu//nyanyikanlah lagu merdumu//merah kuning jingga dan ungu//sentuhan warnamu dalam gaunku...
…………………………………………
Lagu sudah selesai dinyanyikan.
Duuuh, Papa kemana???…..
Lama sekali, Papa tak muncul-muncul!
Akak serasa mau pipis! Adik mulai rewel. "Papa tadi mana kak…
Akak diam saja dalam diam.
Papa dimakan hiu??!!??!!"
Mereka, Akak dan Adik saling tatap, berpegangan, dan menggigil ketakutan.
Angin berhembus membuat kincir jadi semakin bergoyang.
Seperti diperintah satu suara, mereka pun mulai mewek dan berteriak-teriak kencang.
"Papaaaaaa…..paapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…. papaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!"
Tiba-tiba, dari samping kincir air berkecipak.
"Akak kenapa teriak-teriak? Adik kenapa menangis?"
"Kami takut!"
"huhuhuhu.. Adik takut papa mati, Papa dimakan hiu..huhu!"
"Sssshhh… sstt.. Sini Papa bilang satu rahasia supaya tidak takut."
mereka, Akak dan Adik langsung terdiam.
Papa berkata dengan suara bergema seperti sinterklas dan gaya lucu.
"Huwahahahahaha. Anak-anak Papa yang baik, dengarlah, Papa ada nasehat! Jika takut jangan katakan, jika dikatakan jangan takut! Ha ha ha. Nah! Begitu! Tersenyum lebih baik daripada menangisi hal tak penting. Anak Papa pintar. Lihat Papa dapat apa!"
Papa kembali naik ke sepeda kincir dan duduk ditengah. Akak dan Adik melongok. Rupa-rupanya Batu kecil seperti telur puyuh dan berwarna abu-abu. Papa kembali mengemudikan kincir. Sesampainya di tepi, Papa menggosok-gosokkan batu tadi ke batu besar lalu ditekan ke siku Akak. Akak meringis. Adik tertawa terbahak-bahak.
"apa yang Akak rasakan?"
"Panas.. hhhh"
"Akak tahu kenapa terasa panas di siku?"
"Karena digosok-gosok terus ke batu besar"
Papa tersenyum.
"Pegang ini. Kalau Akak merasa takut, merasa punya masalah, gosok-gosokkan saja batunya.
Nanti…. Akak akan punya jawaban yang berbeda… "
0 komentar: