Dalam hidup ini, ada 3 tipologi manusia berdasarkan caranya membalas setiap perlakuan yang ia terima.
Pertama, manusia luar biasa. Ialah mereka yang selalu membalas apapun yang datang padanya dengan kebaikan. Diperlakukan dengan jahat sekalipun, tetap membalas dengan kebaikan apalagi bila ia diberi kebaikan. Pada orang ini aku terkagum-kagum.
Kedua, manusia biasa -pada umumnya-, ialah mereka yang membalas setiap perlakuan sesuai dengan apa yang ia terima. Bila diperlakukan dengan baik, ia akan membalas dengan kebaikan. Dan bila diperlakukan dengan buruk, ia pun membalas dengan keburukan. Inilah manusia kebanyakan.
Ketiga, manusia yang selalu membalas setiap perlakuan orang lain padanya dengan kejahatan. Bahkan sekalipun diperlakukan dengan baik, ia tetap menampiknya dengan kasar. Guruku berkata, tak perlu mencela orang-orang seperti ini. Justru harusnya kita kasihan pada mereka. Mereka perlu didoakan. Lagipula, apa jangan-jangan kita sendiri kadang juga bersikap sama?
***
Itulah yang kudiskusikan dengan Hujan sampai larut tadi malam. Supaya kami jangan sampai termasuk tipe ketiga. Dan supaya aku dan Hujan saling mengingatkan sehingga bisa menjadi tipe pertama. Supaya kami mampu menahan diri untuk tidak terus-menerus berada pada level kedua.
Berusaha menjadi pribadi yang mampu mengambil hikmah dari apa yang terjadi setiap hari. Berusaha memahami perlakuan yang kami terima dan bertekad untuk saling mengingatkan agar tak lagi mudah terpancing segala hal negatif di hidup ini...
Seperti yang dinasehatkan Ustadz Rahmat Abdullah: "Dalam bermuamalah dengan manusia, dua hal yang harus engkau ingat dalam hidup ini. Kebaikannya padamu dan keburukanmu padanya. Dan dua hal pula yang harus engkau lupakan. Kebaikanmu kepadanya dan keburukannya kepadamu." Hanya itulah cara untuk menjadi sebenar-benar manusia berbahagia. Dengan lebih mengingat aib diri sendiri ketimbang menghitung dosa-dosa orang lain. That's why, I love this quote (by Salim A. Fillah):
membersamai orang-orang shalih
memang perintah Allah
memang keniscayaan bagi ikrar taqwa
tetapi meletakkan harapan atau menggantungkan kebaikan diri padanya
pada sosok itu adalah kesalahan dan kekecewaan
seorang sahabat berkata padaku
“aku ingin menikah
dengannya… hanya dengannya..”
aku bertanya mengapa
“agar ia menjadi imamku
agar ia membimbingku
agar ia mengajariku arti ikhlas dan cinta
agar ia membangunkanku shalat malam
agar ia membersamaiku
dalam santap buka yang sederhana”
“ahh… itulah masalahnya,” kataku
dan dia kini tahu bahwa khawatirku benar
bahwa sosok lelaki penyabar yang dia kenal
juga bisa marah, bahkan sering
bahwa sosok lelaki shalih yang dia damba
kadang sulit dibangunkan untuk
shalat subuh berjama’ah
bahwa lelaki yang menghafal juz-juz Al-Qur’an itu
tak pernah menyempatkan diri
mengajarinya a-ba-ta-tsa…
“ahh… itulah masalahnya”
semakin mengenali manusia
yang makin akrab bagi kita
pastilah aib-aibnya,
sedang mengenali Allah
pasti membuat kita mengakrabi kesempurnaanNya
maka gantunglah harapan dan segala niat untuk menjadi baik
hanya padaNya
hanya padaNya…
jadilah ia tali kokoh yang mengantar pada bahagia dan surga
0 komentar: