Lelaki yang Membuatku Jatuh Cinta

Mengapa ya, belakangan ini topik pembicaraan kita hanya soal cinta?
(Angkat bahu). Mungkin karena orang sekitar kebanyakan juga membahas itu melulu. Di kelas, di kontrakan, di kajian. Ustadz Sambo juga kemarin ini mengucapkan kata sederhana namun menjadi bahan pikiran sampai larut malam: "orang-orang beriman dicintai oleh sesamanya yang beriman". Itu berdasarkan Sabda Nabi Muhammad SAW:
"Ada 3 perkara yang jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, orang yang mencintai seseorang yang ia tak mencintainya kecuali karena Allah, dan orang yang benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka" (HR Muslim)

Saya jadi mikir hingga insomnia, bagaimanakah kiranya tipikal lelaki yang bisa membuat saya jatuh cinta? Yang bak kata orang-orang, pasangan sekufu dan sepadan? Adakah kecintaan itu akan membuat iman semakin melejit?
Pikiran saya yang tak dapat dimengerti ini langsung me-list daftar teman-teman dari SD hingga S3, dari komunitas yang pernah saya ikuti, adakah diantara mereka yang membuat saya terkagum-kagum?
Jawabannya adalah: Jika cinta dimaknai dengan hati berdebar, selalu mengingatnya sampai rela berkorban jiwa raga, atau berharap hidup bersamanya dunia akhirat, lelaki itu sepertinya TIDAK (BELUM) ADA dalam list dibawah ini:

  1. Teman Lelaki di SD. Kebanyakan teman SD saya yang laki-laki tidak lanjut SMA, apalagi kuliah. Mereka berwirausaha, merantau ke Jakarta. Yang belum menikah kabarnya tinggal satu orang: David Aldio Yahya ('saingan' saya, yang untunglah dia selalu juara 2. He choose to be a nurse). Selebihnya bahkan sudah beranak tiga. #hopeless
  2. Teman Lelaki di SMP. In this junior high school, I was so busy. Mulai aktif di Assalam dan Pramuka, dan usaha Papa lagi bangrut-bangkutnya. Hidup penuh tangisan dan jiwa minder, tak ada waktu untuk mikirin pacaran walau banyak yang nembak. 
  3. Teman Lelaki di SMA.

    Tipikal Ilmuwan, the -IQ diatas rata-rata- men. SMA paling unggul di Kota Solok jaman itu (sekarang kabarnya semua sekolah sudah disetarakan) membuat siswa kebanyakan hanya mikirin belajar, belajar, belajar. Persaingan yang sangat ketat dan rasanya tak penting banget soal cinta-cintaan karena bagi saya Rohis dan Osis sudah sangat menyenangkan. Ada juga sih yang pacaran, tapi tentunya sedikit yang sampai mikirin jodoh dunia akhirat. Lulus SMA, mereka pada merantau ke UI, ITB, IPB, Undip, etc. Banyak juga yang sudah melanglang buana keliling dunia. Lelaki high class dah, dan saya ngerasa ga match. Saya penginnya kan lelaki sederhana yang bisa menundukkan hati saya yang kadang juga sering 'meninggi' karena keadaan. Eng ... Maksudnya? Yah, maksud saya, bukan seorang lelaki yang 'mengapung ke permukaan', namun 'mengakar di kedalaman'. Maksudnya? (Duh, makin ga jelas ya?) Hmm... Susah juga ya menggambarkan tipe Madame Rahmatul Husni ini? OK, I will try to explain! You know the men in KCB? naaah tipe saya yang kayak Azzam itu looh, bukan yang Furqan. Furqan inilah yang saya sebut 'mengapung ke permukaan', dan Azzam itu yang 'mengakar di kedalaman.' Mudah-mudahan dimengerti ya, Pak Malaikat ^^.
  4. Teman Lelaki di S1. Setelah dipikir-pikir, dibanding strata pendidikan yang lain, teman laki-laki saya paling banyak ya di tingkat ini. Sebanyak musuh lelaki saya, yang memandang sinis karena kalah debat atau kalah tinggi IPK, hahaha hari gini masih ada yang ngambek gara-gara IPK lebih rendahh, Gan! Sebenarnya, kalau diliat-liat, GPPS'ers manis-manis juga :D Tipikal aktivis Garis keras ala-ala Soe Hok Gie. Tapi, untuk dijadikan suami, jodoh dunia akhirat?? Nehi, brother! Mending kita debat lagi aja! (Mereka juga ga mau keleuss)
  5. Teman Lelaki di S2. Wew,, ini mah para asatidz yang menjadi idola di komunitasnya masing-masing bahkan dimana-mana. Mengagumkan memang, bagi perempuan-perempuan yang menetapkan kriteria calon suami berdasar seberapa banyak mereka hafal Qur'an, hafal Hadits, atau seberapa puitis kata-kata mereka dalam memberi tausiyah. Masalahnya bukan sekadar itu yang saya cari. Iya, saya tahu, seperti yang disampaikan Ika Natassa dalam twivortiare: "Love is a lot like Google. If you make your search too specific, you'll never find what you're looking for." Namun, bagi saya untuk menikahi seseorang perlu standar 'sreg' dan tidak sreg, hingga istikharah agar diberi petunjuk ke dalam nurani. Dan setiap kali saya istikharah, saya belum mantap menikahi lelaki tipikal "ulama". Sempat saya melawan kehendak bathin dengan mengiyakan salah satu di antara mereka. Yang saya dapatkan setelah itu adalah kehampaan, ketidaktenangan. Padahal orang-orang yang mau nikah kebanyakan wajahnya malah berseri-seri. Saya? Makin kurus hari demi hari. Maka, sujud syukur pada Allah SWT, tidak berlanjut hingga pembicaraan serius antar keluarga.

  6. Para Ikhwan. Karena saya dulunya sempat nyicip jadi Aktivis Dakwah Kampus, banyak berinteraksi dengan Ikhwan. Dari yang sangat 'ghadul bashar' alias menjaga pandangan hingga yang tatap mata bagai elang, ga ada juga yang saya sreg buat di cap sebagai contoh jodoh dunia akhirat. Bukannya meragukan kapasitas mereka sebagai calon Imam, sebagai aktivis dakwah kampus, tentu akhlak mereka tidak diragukan walau sebagian ada juga yang masih bermental bakwan (bakal ikhwan). Yang aktif di jalan dakwah bukan karena amanah namun demi si Aminah. Tapi ya itu, intinya saya ga (belum) sreg.
  7. Para Syabab. Kenangan saya bersama parariijal anti demokrasi ini adalah soal perdebatan mengenai Khilafah, feminisme, kapitalisme, etc. Secara saya dulu background nya FIB ya pasti banyak bahasannya tentang Filsafat. Sementara mereka agak gimanaa gitu dengan induk dari semua ilmu tersebut. Walaupun secara tak langsung sebenarnya mereka banyak menyadarkan saya dari paham-paham SEPILIS. Tulisan saya (yang agak-agak mulai ilmiah) sebenarnya juga kebanyakan terinspirasi dari perdebatan kami. Saya lanjut S2 Pendidikan dan Pemikiran Islam karena penasaran, juga berkat para syabab. Namun, untuk dijadikan suami? Ng... asal tak terlalu keras dan frontal sih, sepertinya layak dipertimbangkan. Saya keras, dia keras. Batu bertemu batu, bisa-bisa muncul api yang membakar rumah tangga kami.
  8. Lelaki Pesilat. (tarik nafas perlahan, tahan, hembuskan perlahan lewat mulut)
  9. Lelaki Pendaki Gunung. Mereka para lelaki macho yang saya temui, sangat menghargai alam. Kelewat puitis juga karena sering merenung. Tipikal koleris dan mellow pada saat bersamaan. Perpaduan pribadi yang unik sih, humoris melankolis dan ada juga yang ketus-ketus gimanaa gitu. Coba aja mereka ga terlalu sering ngucapin 'an**ng, kam**et', "boh*i,"etc. Pasti saya tergila-gila level Dewa.
  10. Lelaki WBF. Keren, keren. Selain bakat nge band, ada juga yang pintar ngaji. Bersuara merdu, kalau jadi Imam shalat pastinya bikin haru. Hanya saja, saya sudah terlanjur menancapkan garis: sahabat adalah sahabat, tak bisa jadi pasangan. Saya merasa tak enak saja menikah dengan teman sepermainan. It's not jealousy that destroy love, you know, but boredom.
  11. Sohib Bule. Siapa? Alan? Victor? Bhuwahaha! They are open minded, but it's not the only standard to take them as husband. Kecuali mereka mau jadi mualaf, ada kemungkinan. Apa?
Hahay sudahlah.. kalau ditambah-tambahi, akan jadi panjang deretannya. Sebenarnya, jodoh saya itu sudah ada, kata Allah. Dan janji Allah itu pasti. Ini saya lagi berusaha menunggu dijemput. Bisa jadi, meskipun menurut saya tak ada dalam daftar di atas, kenyataan berkata lain nantinya.

Sekarang jangankan anda, saya pun bertanya-tanya, siapalah dia yang bersedia menyelamatkan saya dari kejombloan bertahun-tahun. Dan yang terpenting, yang dengan sadar 'mengambil' saya lewat perjanjiannya dengan Tuhannya. Dengan Mistaaqan Ghaliza yang membuatnya tak akan berani menyia-nyiakan saya. Bukan karena saya memang ia cintai, melainkan lebih disebabkan oleh kecintaanNya pada Rabb nya.
Makanya kelak jika Ijab kabul telah terucap, saya pun bertekad akan mencintainya sepenuh hati. Serius memberikan perhatian, jiwa, dan raga (gawat.. gawat... pikiran saya jadi mulai jauh!). Kita akhiri saja tulisan ini sampai disini.


*PS: Best quote today. From Ustadz Felix Shiaw:

berdekatan itu bumbunya cemburu | bila berjauhan diganti dengan rindu
banyak hal yang tak mampu dijawab ilmu | namun hanya bisa diselesaikan oleh waktu
menunggu itu proses aktif bukan pasif | jadikan diri pantas bukan jalan pintas
demikian dalam rindu ada sakit menyengat | juga ada rasa berbunga elok nan nikmat
ingatlah pada Allah dan tenangkan hati | satu saat semua rasa itu akan terganti
hidup memang rangkaian ketidakpastian | karenanya kita belajar menghargai harapan
semuanya akan tiba waktunya | pantaskan diri itu yang utama

Jodohku, sungguh aku rindu ... hiks.

0 komentar: