June 6, 2013 at 10:17pm
SHOCKED!!
Tidak. Lebih dari itu. Tak ada ungkapan yang bisa mengungkapkan apa yang saya rasakan ketika tiba - tiba ditelpon seorang kerabat dekat menjelang Ashar. Ini baru terjadi beberapa hari yang lalu sehingga saya masih bisa menuliskan dengan rinci kejadian kala itu. Saya baru akan memasang kunci motor, sepulang dari Rektorat, baru akan menarik nafas lega sebab lancarnya segala urusan persiapan akhir Seminar yang akan kami adakan besok pagi.
"Rima … Rima … dimana Nak??" suara Etek* sesenggukan.
"di kampus, Tek… ng .. Ada apa Tek?"
"Ummi … Ummi Rima … Um… huhuhuhu"
Dug! Perasaan saya langsung tak karuan.
Saya mengira - ngira berita terburuk apa yang akan beliau sampaikan. Kecelakaan? Sakit ? Ya Allah, jangan ….
Diseberang sana Etek masih menangis dan tak bicara apa - apa lagi. Saya berusaha menenangkan diri.
"ng… Etek,, ada apa?? Ummi … Ummi kenapa Tek?"
"Ummi sudah tak ada Nak! Ummi Rima sudah tak ada!! huhuhuhuhu"
Al … l …. lah …
Saya langsung menengadah. Bernafas dalam - dalam.. Ummi? Jangan bercanda!! Tak percaya!! Beberapa hari yang lalu Ummi masih menelfon saya! Ummi masih sempat berpesan "selamat berjuang nak,,," ketika saya …
Astaghfirullah …
"etek .. To . .tolong … benar - benar .. Ummi … etek tau dari siapa … Um … Ummi … " rasanya mata saya mulai berkaca - kaca. Kenapa saya baru dikabarkan? Kenapa Papa tidak menelfon? Kenapa Adik - adik diam saja? Kenapa … kenapa …
"Barusan Etek dapat kabar dari Andung, naak … Ummi Rima… huhu … huhu ..." suara etek benar - benar sudah tak jelas lagi.
"Tek, Innalillah, astaghfirullah … Rima … nelfon …. Apa … dulu ya Tek …. " saya tahan tangis sekuat tenaga. Apapun itu, saya mesti tegar, harus tabah.
Maka, dengan tangan bergetar saya menghubungi Papa. Dan seperti sudah saya duga papa tidak mengangkat telfon. Sementara family yang lain terus menghubungi dengan ungkapan kesedihan yang sama.
Hati saya berkecamuk kala itu.Terbayang semua hal - hal yang telah saya lewati dengan Ummi. Senyum dan canda Ummi,, nasehat - nasehat Ummi, berapa kali saya membuat Ummi sedih? bukankah belakangan ini saya jarang menelfon Ummi karena kesibukan kuliah? Belakangan jika tidak Ummi yang menelfon, saya pun tak menelfon.
Padahal dulu, tiap hari sepulang sekolah, rasanya masih ada yang kurang bila belum melapor pada Ummi tentang bagaimana saya menjalani hari. Dan beliau tetap bersemangat mendengar cerita saya yang tak penting.
Ah, janji - janji membahagiakan ummi …
Ini tidak mungkin!! Hiks … Engkau harus kuat,, engkau harus kuat … adik - adikmu, engkau harus pulang ….
Oh,, tt tidaakk,, saya tersadar lagi: Um-mi?!!
Tidak, jangan begitu … ini sudah ditakdirkan. Ini kehendak Allah,, percayalah, tenang … tak apa - apa, ini kehendak Allah …
Saya berusaha menguatkan diri. Yakin tak ada lagi yang bisa dihubungi, tak tahu juga apa yang harus saya lakukan, segera memesan tiket dan pulang ke Padang? Perasaan campur aduk.
Masa Ummi benar - benar meninggal??? Dulu kami pernah tertawa - tawa mendengar mimpi Ummi. Tentang orang berpakaian putih -putih yang bilang kalau sebenarnya Ummi mesti meninggal muda, tapi ditangguhkan setidaknya sampai anak - anak Ummi selesai kuliah. Papa bilang itu karena Ummi terlalu memikirkan anak - anak saja.
TIDAK!!
Hati saya menolak berita itu. Maka saya menstarter motor dan mengendarai pelan - pelan menuju asrama, seperlahan air mata berlinang - linang tanpa kuasa saya tahan.
Baru setengah perjalanan, handphone berdering. Papa! Saya langsung berhenti meski tepat di depan asrama ikhwan, saya tak peduli lagi.
"Pa … Um … Ummi ? .. Hiks … hik .. " saya sudah berusaha tak terdengar menangis, tentu papa lebih merasa kehilangan.
"Halo?? Kenapa? Akak menangis? Ada apa?"
Loh... Papa… engkau berusaha kedengaran santai begitu supaya aku tak sedih 'kan?? Hiks!
Saya tertawa kecil, menangis, berusaha tegar, berusaha memahami, tapi tangis ini keluar juga. Tak peduli beberapa ikhwan yang pulang dari masjid keheranan melihat saya.
"Apa … ummi hik … mana,ummi manaa … Apa hik ... tak … hik … menelfon Akak ..Ummi mening … hik … gal.. Hik .. "
"Loh, Akak dapat kabar darimana?"
"etek hik … tadi .. Hik … menelfon … ummi hik … sudah … tak .. Hik .. Tak ada .. Pa?" saya bertanya putus asa.
"Hah .. Ada - ada saja orang salah kabar. Ummi masih mengajar. Yang meninggal itu mak Wo …"
Saya masih tak percaya!!
"Ti ...dak ...hik.. Apa pura - pura … hik.. Ummi mana.. Akak … ngomong … hik.. ngan .. Ummi …."
"eeeeeeeeh Akak ini kenapa menangis pula? Harusnya, kalau Ummi yang meninggal, senang lah. Disayang Allah Ummi berarti… nah. Sekarang do'akan Mak Wo … Apa jemput Ummi dulu … "
Hah!! Benarkah??????????????????????? Aku serasa bisa kembali melihat dunia!!
Berarti mak Wo .. ?
"mak Wo meninggal kenapa Pa?"
"sudah sampai ajalnya. "
"Maksud akak beliau tak sakit kenapa napa?"
"tidak, mungkin karena itu ada simpang siur berita. Ummi dan Mak Wo 'kan sama2 dipanggil Upik … "
Setelah melantunkan do'a dalam hati untuk Mak Wo (Mak Wo … mak Wo yang baik, rumah beliau 2 km dari rumah kami. Seingat saya kenangan dengan Mak Wo membekas hanya yang baik - baik. Beliau suka memberi kami buah sawo manis, beras, ah banyak lah, tak tersebut.
… saya tersentak. Selama di rantau ini, sudah dua kerabat yang meninggal dunia. Saya jadi sedikit trauma jika ada kerabat yang menelfon. Adik Sepupu, Afdhal Khaer yang sangat saya salutkan gayanya yang tenang menghadapi penyakit, selalu berbicara pada saya yang emosian dengan nada lembut "tenang kak Rima … ", beberapa bulan lalu meninggal karena sakit ginjal. Dan sekarang, Mak Wo meninggal juga.
Dua pusara sudah menanti ketika saya pulang nanti ….
Satu hal, rupanya saya masih tak siap ditinggal Ummi. Begitu juga dengan orang - orang yang dekat dengan Ummi. Mereka saja langsung menangis tersedu - sedu mendengar kabar Ummi berpulang.
Nada - nada yang indah | slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku | tak menjadi deritanya
Tangan halus dan suci | t'lah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup telah dia berikan …
#oh ya. Padahal, bahkan kita hidup hanya menunggu giliran … ketika saya meninggal nanti, akankah orang - orang akan mengenang yang baik - baik juga?
*etek = bibi
Tidak. Lebih dari itu. Tak ada ungkapan yang bisa mengungkapkan apa yang saya rasakan ketika tiba - tiba ditelpon seorang kerabat dekat menjelang Ashar. Ini baru terjadi beberapa hari yang lalu sehingga saya masih bisa menuliskan dengan rinci kejadian kala itu. Saya baru akan memasang kunci motor, sepulang dari Rektorat, baru akan menarik nafas lega sebab lancarnya segala urusan persiapan akhir Seminar yang akan kami adakan besok pagi.
"Rima … Rima … dimana Nak??" suara Etek* sesenggukan.
"di kampus, Tek… ng .. Ada apa Tek?"
"Ummi … Ummi Rima … Um… huhuhuhu"
Dug! Perasaan saya langsung tak karuan.
Saya mengira - ngira berita terburuk apa yang akan beliau sampaikan. Kecelakaan? Sakit ? Ya Allah, jangan ….
Diseberang sana Etek masih menangis dan tak bicara apa - apa lagi. Saya berusaha menenangkan diri.
"ng… Etek,, ada apa?? Ummi … Ummi kenapa Tek?"
"Ummi sudah tak ada Nak! Ummi Rima sudah tak ada!! huhuhuhuhu"
Al … l …. lah …
Saya langsung menengadah. Bernafas dalam - dalam.. Ummi? Jangan bercanda!! Tak percaya!! Beberapa hari yang lalu Ummi masih menelfon saya! Ummi masih sempat berpesan "selamat berjuang nak,,," ketika saya …
Astaghfirullah …
"etek .. To . .tolong … benar - benar .. Ummi … etek tau dari siapa … Um … Ummi … " rasanya mata saya mulai berkaca - kaca. Kenapa saya baru dikabarkan? Kenapa Papa tidak menelfon? Kenapa Adik - adik diam saja? Kenapa … kenapa …
"Barusan Etek dapat kabar dari Andung, naak … Ummi Rima… huhu … huhu ..." suara etek benar - benar sudah tak jelas lagi.
"Tek, Innalillah, astaghfirullah … Rima … nelfon …. Apa … dulu ya Tek …. " saya tahan tangis sekuat tenaga. Apapun itu, saya mesti tegar, harus tabah.
Maka, dengan tangan bergetar saya menghubungi Papa. Dan seperti sudah saya duga papa tidak mengangkat telfon. Sementara family yang lain terus menghubungi dengan ungkapan kesedihan yang sama.
Hati saya berkecamuk kala itu.Terbayang semua hal - hal yang telah saya lewati dengan Ummi. Senyum dan canda Ummi,, nasehat - nasehat Ummi, berapa kali saya membuat Ummi sedih? bukankah belakangan ini saya jarang menelfon Ummi karena kesibukan kuliah? Belakangan jika tidak Ummi yang menelfon, saya pun tak menelfon.
Padahal dulu, tiap hari sepulang sekolah, rasanya masih ada yang kurang bila belum melapor pada Ummi tentang bagaimana saya menjalani hari. Dan beliau tetap bersemangat mendengar cerita saya yang tak penting.
Ah, janji - janji membahagiakan ummi …
Ini tidak mungkin!! Hiks … Engkau harus kuat,, engkau harus kuat … adik - adikmu, engkau harus pulang ….
Oh,, tt tidaakk,, saya tersadar lagi: Um-mi?!!
Tidak, jangan begitu … ini sudah ditakdirkan. Ini kehendak Allah,, percayalah, tenang … tak apa - apa, ini kehendak Allah …
Saya berusaha menguatkan diri. Yakin tak ada lagi yang bisa dihubungi, tak tahu juga apa yang harus saya lakukan, segera memesan tiket dan pulang ke Padang? Perasaan campur aduk.
Masa Ummi benar - benar meninggal??? Dulu kami pernah tertawa - tawa mendengar mimpi Ummi. Tentang orang berpakaian putih -putih yang bilang kalau sebenarnya Ummi mesti meninggal muda, tapi ditangguhkan setidaknya sampai anak - anak Ummi selesai kuliah. Papa bilang itu karena Ummi terlalu memikirkan anak - anak saja.
TIDAK!!
Hati saya menolak berita itu. Maka saya menstarter motor dan mengendarai pelan - pelan menuju asrama, seperlahan air mata berlinang - linang tanpa kuasa saya tahan.
Baru setengah perjalanan, handphone berdering. Papa! Saya langsung berhenti meski tepat di depan asrama ikhwan, saya tak peduli lagi.
"Pa … Um … Ummi ? .. Hiks … hik .. " saya sudah berusaha tak terdengar menangis, tentu papa lebih merasa kehilangan.
"Halo?? Kenapa? Akak menangis? Ada apa?"
Loh... Papa… engkau berusaha kedengaran santai begitu supaya aku tak sedih 'kan?? Hiks!
Saya tertawa kecil, menangis, berusaha tegar, berusaha memahami, tapi tangis ini keluar juga. Tak peduli beberapa ikhwan yang pulang dari masjid keheranan melihat saya.
"Apa … ummi hik … mana,ummi manaa … Apa hik ... tak … hik … menelfon Akak ..Ummi mening … hik … gal.. Hik .. "
"Loh, Akak dapat kabar darimana?"
"etek hik … tadi .. Hik … menelfon … ummi hik … sudah … tak .. Hik .. Tak ada .. Pa?" saya bertanya putus asa.
"Hah .. Ada - ada saja orang salah kabar. Ummi masih mengajar. Yang meninggal itu mak Wo …"
Saya masih tak percaya!!
"Ti ...dak ...hik.. Apa pura - pura … hik.. Ummi mana.. Akak … ngomong … hik.. ngan .. Ummi …."
"eeeeeeeeh Akak ini kenapa menangis pula? Harusnya, kalau Ummi yang meninggal, senang lah. Disayang Allah Ummi berarti… nah. Sekarang do'akan Mak Wo … Apa jemput Ummi dulu … "
Hah!! Benarkah??????????????????????? Aku serasa bisa kembali melihat dunia!!
Berarti mak Wo .. ?
"mak Wo meninggal kenapa Pa?"
"sudah sampai ajalnya. "
"Maksud akak beliau tak sakit kenapa napa?"
"tidak, mungkin karena itu ada simpang siur berita. Ummi dan Mak Wo 'kan sama2 dipanggil Upik … "
Setelah melantunkan do'a dalam hati untuk Mak Wo (Mak Wo … mak Wo yang baik, rumah beliau 2 km dari rumah kami. Seingat saya kenangan dengan Mak Wo membekas hanya yang baik - baik. Beliau suka memberi kami buah sawo manis, beras, ah banyak lah, tak tersebut.
… saya tersentak. Selama di rantau ini, sudah dua kerabat yang meninggal dunia. Saya jadi sedikit trauma jika ada kerabat yang menelfon. Adik Sepupu, Afdhal Khaer yang sangat saya salutkan gayanya yang tenang menghadapi penyakit, selalu berbicara pada saya yang emosian dengan nada lembut "tenang kak Rima … ", beberapa bulan lalu meninggal karena sakit ginjal. Dan sekarang, Mak Wo meninggal juga.
Dua pusara sudah menanti ketika saya pulang nanti ….
Satu hal, rupanya saya masih tak siap ditinggal Ummi. Begitu juga dengan orang - orang yang dekat dengan Ummi. Mereka saja langsung menangis tersedu - sedu mendengar kabar Ummi berpulang.
Nada - nada yang indah | slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku | tak menjadi deritanya
Tangan halus dan suci | t'lah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup telah dia berikan …
#oh ya. Padahal, bahkan kita hidup hanya menunggu giliran … ketika saya meninggal nanti, akankah orang - orang akan mengenang yang baik - baik juga?
*etek = bibi
0 komentar: