April 11, 2013 at 12:31am
Bagi mereka yang berkata bahwa wanita Muslimah tidak
memiliki peran dalam menyebarkan ilmu,
Bagi mereka yang merasa malu untuk belajar dari isterinya,
Bagi mereka yang mengatakan bahwa Islam adalah agama
yang misogenis dan patriarki,
Dan bagi para wanita yang berusaha untuk merubah ajaran
Islam dan mengatakannya andocentric.
Saya menantang anda untuk terus membaca tulisan ini.
1. Fatimah bint al--Mundzir ibn az--Zubair ibn al--Awwam.
Fatimah binal-Mudnzir rahimahallah dipandang sebagai salah satu Tabi’at yang utama dimasanya. Dia adalah seorang ulama besar dan dikenal sebagai seorang Faqihah dan menikah dengan saudara sepupunya, Hisyam ibn Urwah ibn az-Zubair. Hisyam juga seorang ulama besar dan seorang perawi hadits. Beberapa diantara murid-mudirnya yang utama adalah Imam Abu Hanifah , Imam Malik, Syu’bah dan Sufyan ats-Tsauri.
Berikut ini hanyalah beberapa contoh dalam kitab hadits utama, dimana Hisyam meriwayatkan dari Fatimah:
1. Hisyam meriwayatkan dari isterinya Fatimah, dari neneknya Asma bahwa dia berkata:Seorang wanita datang kepada Rasulullah s lalu berkata,”Ya Rasulullah s, aku mempunyai anak perempuan yang akan menjadi pengantin. Ia pernah terkena penyakit cmpak sehingga rambutnya rontok. Bolehkan aku menyambungnya (dengan rambut lain)?” Rasulullah s bersabda: “Allah mengutuk wanita yang menyambungkan rambut seorang wanita dengan rambut lain dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya.”
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’i
•Ibnu Majah
2. Hisyam berkata: Fatimah meriwayatkan kepadaku dari Asma bahwa dia berkata: “Kami memakan daging salah satu kuda kami di masa Nabi SAW.“
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih al-Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’i
•Ibnu Majah
3. Hisyam meriwayatkan dari Fatimah dari Asma bahwa ia berkata: Rasulullah kepadaku: “Berinfaklah atau memberilah dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan memperhitungkannya untukmu.”
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih al-Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’I
Dll
2. Puteri Sa’id bin al-Musayyib
Abu Hurairah menikahkan puterinya dengan Sa’id bin al-Musayyib. Dari perkawinan yang diberkahi ini, Sa’id bin Musayyib dikaruniai seorang puteri yang shalihah dan cerdas. Ketika tiba waktunya untuk menikahkan puterinya, Sa’id bin al-Musayyib memilihkan baginya salah seorang muridnya bernama Abdullah; Abdullah dipilih dari yang lainnya karena keikhlasannya dalam menuntut ilmu sangat jelas. Kecintaan Abdullah terhadap ilmu dapat dilihat keesokan harinya setelah menikah dengan puteri Sa’id bin al-Musaayib, ia mengenakan pakaiannya hendak keluar, lalu isteri yang baru dinikahinya bertanya: “Hendak kemana engkau?” Dia menjawab: “Hendak menghadiri majelis Sa’id bin al- Musayyib untuk belajar.” Isterinya berkata, “Duduklah, saya akan mengajarimu ilmu Sa’id bin al-Musayyib.”
Kemudian puteri Sa’id bin al-Musayyib mengajarinya ilmu. Selama satu bulan Abdullah tidak menghadiri halaqah Sa’id bin al-Musayyib karena ilmu yang telah dipelajari wanita muda yang cantik ini melalui ayahnya (yang kemudian disampaikan kepadanya) telah memadai.
“Dia lah termasuk wanita yang paling cantik dan paling hafal Kitabullah, dan paling mengetahui tentang Sunnah Nabi, dan yang paling tahu hak-hak suaminya.
3. Fatimah bint Muhammad ibn Ahmad
Menjadi seorang ahli fiqih bukan perkara mudah, seseorang harus menguasai ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi dan prinsip-prinsip madzhab yang dijadikan landasan hukum. Bahkan mereka harus memiliki ilmu mengenai keadaan dan kebutuhan dunia dimasanya. Ilmu yang dimiliki wanita ini melebihi suaminya, yang berkonsultasidengannya mengenai pendapatnya, khususnya ketika suaminya keliru dalam memberikan fatwa. Namanya adalah Fatimah bint Muhammad bin Ahmad rahimahallah,dan ayahnya menikahkannya dengan Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud alkasani, yang sangat dikenal dalam bidang ushul dan furu’.
Dia menulis komentar atas Tufathul Fuqaha berjudul Bada’I as-Sana’i, dan menunjukkannya kepada Syaikhnya (ayah Fatimah), yang merasa senang dengannya dan menerimanya sebagai mahar bagi puterinya, meskipun dia telah menolak pinangan dari beberapa raja di Bizantium. Para fuqaha di masanya berkata, “Dia membuat komentar atas at-Tufatdan menikahi anaknya.”
4. Maryam bint Jash
Hidup di abad ke IV,dia adalah ahli dalam bidang bahasa menikah dengan seorang ulama besar Yaman,Jamaluddin Ali bin Abil Fawaris al-Hamdani . Tidak saja karena ilmunya dalam Bahasa Arab, dan juga dengan kecerdasan otaknya, Maryam rahimahallah dapat menguraikan kerumitan yang dialami suaminya. Suaminya terlibat debat dengan beberapa orang pengikut Murji’ah. Kebid’ahan mereka meyakini bahwa selama seseorang masih memiliki iman di dalam hatinya, tidak perduli apa yang dia lakukan dengan anggota badannya, iman tersebut akan menjaminkeselamatannya. Suaminya, Ali, menukil ayat 40 surat al-A’raaf:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.”
Orang-orang Murji’ah yang berdebat dengannya berkata,
“Hal itu mudah bagi Allah, dengan kekuasaan-Nya, jika Dia menghendaki, Dia memasukkan unta melalui lubang jarum.”
Ketika Ali kembali ke rumah pikirannya masih tersita (yakni karena perdebaan itu) dan tidak dapat tidur di malam hari. Isterinya, Maryam, bertanya apa yang terjadi; setelah dia menjelaskan kepada Maryam apa yang terjadi, dia (Maryam) mengucapkan kalimat yang memberikan Ali tidak saja tidur yang nyenyak tapi benar-benar tidur yang sangat nyaman.. Dia berkata: “Dalam ayat Al-Qur’an tersebut, unta itu adalah subyek dan bukan obyek.”
5. Fatimah bint Yahya
Beliau adalah seorang Mujtahidah di abad ke 9, ulama yang cakap yang dapat membuat deduksi (menarik kesimpulan) dari sumber-sumber hukum Islam. Bagi orang yang diberi gelar Mujtahidah harus memiliki ilmu ijma para Sahabat dan yang menyelisihinya,para pengikut mereka (tabi’in dan tabi’ut tabi’in) dan ulama-ulama fiqh dan Mujtahid yang terkemuka. Karenanya untuk menjadi seorang Mujtahidah bukan perkara yang mudah, namun Fatimah bint Yahya pantas mendapatkannya.
Sedemikian ilmunya,sehingga ayahnya – seorang ulama yang juga memiliki banyak murid – ditanyai oleh Fatimah berkenaan dengan beberapa perkara fiqh. Ulama besar Asy- Syaukaniberkata mengenai dirinya:
“Dia sangat dikenalkarena ilmunya. Dia telah mendebat ayahnya dalam beberapa perrkara fiqh. Ayahnya, sang imam, membenarkan bahwa Fatimah melakukan ijtihad dalam menarik kesimpulan hukum. Ini menunjukkan akan kelebihan ilmunya, kaena sang imam tidak akan berkata demikian kecuali bagi orang yang pantas mendapatkannya. Ayahnya menikahkannya dengan seorang ulama Al-Mutahar ibn Muhammad Sulaiman ibn Muhammad (wafat tahun 879H). Al-Mutahar sangat beruntung, karena kapanpun dia bimbang dalam suatu perkara, dia akan merujuk kepada isterinya untukmenilai perkara fiqh yang sulit. Bahkan di tengah-tengah para muridnya, ketika dia terbentur pada sebuah perkara yang rumit, dia akan bangkit lalu menuju kebalik tirai, dimana sang Mujtahidah duduk di baliknya. Ketika dia kembali dengan jawaban, murid-muridnya berkata: “Ini bukan darimu, melainkan dari orang yang berada di balik tirai. #senyum
6. Amat al-Ghafur bint Ishaq ad-Dihlawi
Sang Muhaditsah, Amat al- Ghafur bint Ishaq ad-Dihlawi rahimahallah, berasal dari Delhi, India. Ayahnya adalah salah seorang ulama terkenal di India, dan karenanya dia belajar dari keikutsertaan bersama ayahnya, mempelajari berbagai kitab-kitab hadits dan fiqh bersama ayahnya. Dengan cara ini dia meraih penguasaan yang tinggi dalam hadits dan fiqh. Ayahnya menikahkannya dengan seorang ulama; kapanpun dia mengalami kesulitan, dia akan datang kepada isterinya, Amat al Ghafurrahimahallah.
Al-Hasani berkata:
“Ketika suaminya,yang juga seorang ulama besar, menghadapi kesulitan dalam hadits atau fiqh, dia berdiskusi dengan isterinya dan menarik manfaat darinya.”
Source: Muslim Women WhoTaught Their Husband
by Bintus Sabil
memiliki peran dalam menyebarkan ilmu,
Bagi mereka yang merasa malu untuk belajar dari isterinya,
Bagi mereka yang mengatakan bahwa Islam adalah agama
yang misogenis dan patriarki,
Dan bagi para wanita yang berusaha untuk merubah ajaran
Islam dan mengatakannya andocentric.
Saya menantang anda untuk terus membaca tulisan ini.
1. Fatimah bint al--Mundzir ibn az--Zubair ibn al--Awwam.
Fatimah binal-Mudnzir rahimahallah dipandang sebagai salah satu Tabi’at yang utama dimasanya. Dia adalah seorang ulama besar dan dikenal sebagai seorang Faqihah dan menikah dengan saudara sepupunya, Hisyam ibn Urwah ibn az-Zubair. Hisyam juga seorang ulama besar dan seorang perawi hadits. Beberapa diantara murid-mudirnya yang utama adalah Imam Abu Hanifah , Imam Malik, Syu’bah dan Sufyan ats-Tsauri.
Berikut ini hanyalah beberapa contoh dalam kitab hadits utama, dimana Hisyam meriwayatkan dari Fatimah:
1. Hisyam meriwayatkan dari isterinya Fatimah, dari neneknya Asma bahwa dia berkata:Seorang wanita datang kepada Rasulullah s lalu berkata,”Ya Rasulullah s, aku mempunyai anak perempuan yang akan menjadi pengantin. Ia pernah terkena penyakit cmpak sehingga rambutnya rontok. Bolehkan aku menyambungnya (dengan rambut lain)?” Rasulullah s bersabda: “Allah mengutuk wanita yang menyambungkan rambut seorang wanita dengan rambut lain dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya.”
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’i
•Ibnu Majah
2. Hisyam berkata: Fatimah meriwayatkan kepadaku dari Asma bahwa dia berkata: “Kami memakan daging salah satu kuda kami di masa Nabi SAW.“
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih al-Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’i
•Ibnu Majah
3. Hisyam meriwayatkan dari Fatimah dari Asma bahwa ia berkata: Rasulullah kepadaku: “Berinfaklah atau memberilah dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan memperhitungkannya untukmu.”
Hadits ini diriwayatkan dalam:
•Shahih al-Bukhari
•Shahih Muslim
•An-Nasa’I
Dll
2. Puteri Sa’id bin al-Musayyib
Abu Hurairah menikahkan puterinya dengan Sa’id bin al-Musayyib. Dari perkawinan yang diberkahi ini, Sa’id bin Musayyib dikaruniai seorang puteri yang shalihah dan cerdas. Ketika tiba waktunya untuk menikahkan puterinya, Sa’id bin al-Musayyib memilihkan baginya salah seorang muridnya bernama Abdullah; Abdullah dipilih dari yang lainnya karena keikhlasannya dalam menuntut ilmu sangat jelas. Kecintaan Abdullah terhadap ilmu dapat dilihat keesokan harinya setelah menikah dengan puteri Sa’id bin al-Musaayib, ia mengenakan pakaiannya hendak keluar, lalu isteri yang baru dinikahinya bertanya: “Hendak kemana engkau?” Dia menjawab: “Hendak menghadiri majelis Sa’id bin al- Musayyib untuk belajar.” Isterinya berkata, “Duduklah, saya akan mengajarimu ilmu Sa’id bin al-Musayyib.”
Kemudian puteri Sa’id bin al-Musayyib mengajarinya ilmu. Selama satu bulan Abdullah tidak menghadiri halaqah Sa’id bin al-Musayyib karena ilmu yang telah dipelajari wanita muda yang cantik ini melalui ayahnya (yang kemudian disampaikan kepadanya) telah memadai.
“Dia lah termasuk wanita yang paling cantik dan paling hafal Kitabullah, dan paling mengetahui tentang Sunnah Nabi, dan yang paling tahu hak-hak suaminya.
3. Fatimah bint Muhammad ibn Ahmad
Menjadi seorang ahli fiqih bukan perkara mudah, seseorang harus menguasai ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi dan prinsip-prinsip madzhab yang dijadikan landasan hukum. Bahkan mereka harus memiliki ilmu mengenai keadaan dan kebutuhan dunia dimasanya. Ilmu yang dimiliki wanita ini melebihi suaminya, yang berkonsultasidengannya mengenai pendapatnya, khususnya ketika suaminya keliru dalam memberikan fatwa. Namanya adalah Fatimah bint Muhammad bin Ahmad rahimahallah,dan ayahnya menikahkannya dengan Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud alkasani, yang sangat dikenal dalam bidang ushul dan furu’.
Dia menulis komentar atas Tufathul Fuqaha berjudul Bada’I as-Sana’i, dan menunjukkannya kepada Syaikhnya (ayah Fatimah), yang merasa senang dengannya dan menerimanya sebagai mahar bagi puterinya, meskipun dia telah menolak pinangan dari beberapa raja di Bizantium. Para fuqaha di masanya berkata, “Dia membuat komentar atas at-Tufatdan menikahi anaknya.”
4. Maryam bint Jash
Hidup di abad ke IV,dia adalah ahli dalam bidang bahasa menikah dengan seorang ulama besar Yaman,Jamaluddin Ali bin Abil Fawaris al-Hamdani . Tidak saja karena ilmunya dalam Bahasa Arab, dan juga dengan kecerdasan otaknya, Maryam rahimahallah dapat menguraikan kerumitan yang dialami suaminya. Suaminya terlibat debat dengan beberapa orang pengikut Murji’ah. Kebid’ahan mereka meyakini bahwa selama seseorang masih memiliki iman di dalam hatinya, tidak perduli apa yang dia lakukan dengan anggota badannya, iman tersebut akan menjaminkeselamatannya. Suaminya, Ali, menukil ayat 40 surat al-A’raaf:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.”
Orang-orang Murji’ah yang berdebat dengannya berkata,
“Hal itu mudah bagi Allah, dengan kekuasaan-Nya, jika Dia menghendaki, Dia memasukkan unta melalui lubang jarum.”
Ketika Ali kembali ke rumah pikirannya masih tersita (yakni karena perdebaan itu) dan tidak dapat tidur di malam hari. Isterinya, Maryam, bertanya apa yang terjadi; setelah dia menjelaskan kepada Maryam apa yang terjadi, dia (Maryam) mengucapkan kalimat yang memberikan Ali tidak saja tidur yang nyenyak tapi benar-benar tidur yang sangat nyaman.. Dia berkata: “Dalam ayat Al-Qur’an tersebut, unta itu adalah subyek dan bukan obyek.”
5. Fatimah bint Yahya
Beliau adalah seorang Mujtahidah di abad ke 9, ulama yang cakap yang dapat membuat deduksi (menarik kesimpulan) dari sumber-sumber hukum Islam. Bagi orang yang diberi gelar Mujtahidah harus memiliki ilmu ijma para Sahabat dan yang menyelisihinya,para pengikut mereka (tabi’in dan tabi’ut tabi’in) dan ulama-ulama fiqh dan Mujtahid yang terkemuka. Karenanya untuk menjadi seorang Mujtahidah bukan perkara yang mudah, namun Fatimah bint Yahya pantas mendapatkannya.
Sedemikian ilmunya,sehingga ayahnya – seorang ulama yang juga memiliki banyak murid – ditanyai oleh Fatimah berkenaan dengan beberapa perkara fiqh. Ulama besar Asy- Syaukaniberkata mengenai dirinya:
“Dia sangat dikenalkarena ilmunya. Dia telah mendebat ayahnya dalam beberapa perrkara fiqh. Ayahnya, sang imam, membenarkan bahwa Fatimah melakukan ijtihad dalam menarik kesimpulan hukum. Ini menunjukkan akan kelebihan ilmunya, kaena sang imam tidak akan berkata demikian kecuali bagi orang yang pantas mendapatkannya. Ayahnya menikahkannya dengan seorang ulama Al-Mutahar ibn Muhammad Sulaiman ibn Muhammad (wafat tahun 879H). Al-Mutahar sangat beruntung, karena kapanpun dia bimbang dalam suatu perkara, dia akan merujuk kepada isterinya untukmenilai perkara fiqh yang sulit. Bahkan di tengah-tengah para muridnya, ketika dia terbentur pada sebuah perkara yang rumit, dia akan bangkit lalu menuju kebalik tirai, dimana sang Mujtahidah duduk di baliknya. Ketika dia kembali dengan jawaban, murid-muridnya berkata: “Ini bukan darimu, melainkan dari orang yang berada di balik tirai. #senyum
6. Amat al-Ghafur bint Ishaq ad-Dihlawi
Sang Muhaditsah, Amat al- Ghafur bint Ishaq ad-Dihlawi rahimahallah, berasal dari Delhi, India. Ayahnya adalah salah seorang ulama terkenal di India, dan karenanya dia belajar dari keikutsertaan bersama ayahnya, mempelajari berbagai kitab-kitab hadits dan fiqh bersama ayahnya. Dengan cara ini dia meraih penguasaan yang tinggi dalam hadits dan fiqh. Ayahnya menikahkannya dengan seorang ulama; kapanpun dia mengalami kesulitan, dia akan datang kepada isterinya, Amat al Ghafurrahimahallah.
Al-Hasani berkata:
“Ketika suaminya,yang juga seorang ulama besar, menghadapi kesulitan dalam hadits atau fiqh, dia berdiskusi dengan isterinya dan menarik manfaat darinya.”
Source: Muslim Women WhoTaught Their Husband
by Bintus Sabil
0 komentar: