FGIM: Festival 'Gadang' Ini Menyatukan (kami)
October 7, 2013 at 9:15am
Sebenarnya
belakangan ini aku sedang tak begitu tertarik dengan Festival -
festival apapun. Maklum, jiwa 'malas bersosialisasi'ku lagi kambuh
sehingga cenderung menarik diri dari komunitas. Dan gambaran yang sudah
tercetak dalam pikiranku: bahwa festival itu pasti ramai, berinteraksi
dengan banyak orang, penuh gelak tawa, tentu saja! Tetapi aku sudah tahu
Indonesia Mengajar ini sejak lama karena beberapa saudara ikut menjadi
relawan, meskipun aku sendiri belum sempat untuk bergabung lebih jauh
terkendala hal lain yang lebih prioritas. Aku juga sudah "hunting info"
seputar agenda besar ini, termasuk menganalisis opini - opini yang
pro-kontra.
Lagipula, pengantar yang dimuat untuk melandasi acara ini benar - benar membuatku terkesima sekaligus terkesiap,
Nah. Karena menyadari kata - kata pengantar itulah kami semua serasa tersadarkan kembali (apa ini pemborosan kalimat? au ah. Lagian, ini memang cuma brainstorming :)
Meskipun bisa jadi pada awalnya niat kami kesana beda - beda: ada yang sekedar melepas rasa penasaran, segan menolak undangan yang dihormati, sekedar refreshing dari rutinitas monoton, macam - macam.
Tidak itu saja, banyak pelajaran berharga yang kudapatkan sepanjang perjalanan kami berangkat hingga pulang dari festival ini. Aku yang _soksibuk_ ini entah mengapa "tidak ngeh" bahwa di page FB telah disepakati bahwa ngumpul keberangkatan itu jam 7.00 (atau pukul 6.30 ya?). Gawatnya lagi, rupa - rupanya "kesantaianku" kemarin itu berefek domino. Ringkasnya begini. Sesuai kesepakatan, kami akan berangkat bersama 10 orang, memesan tiket Kampung Bandan jurusan Tanah Abang. Dua dari Bogor (nah. salah satunya aku si biang keladi ini), sebagian menunggu di Pocin, dan satu orang lagi si 'adik bungsu' rela menunggu di Manggarai hanya untuk bisa berangkat bersama (padahal kereta yang dia naiki itu ga perlu transit). Aku memang sudah wanti - wanti kemungkinan telat. Tapi toh Mba __maaf, nama sengaja disamarkan, untuk menghindari kekaguman lebih lanjut :)__tetap setia nungguin saya di stasiun. Padahal kami belum pernah bertemu sebelumnya, hanya saling bertukar info dan nomor handphone di FB dan janjian. Baru itu saja. Gara - gara saya "terlambat selangkah" dan tidak mungkin rasanya menunggu kereta jurusan Tanah Abang sampai berjam - jam, kami pun jadinya malah memesan tiket jurusan Jakarta Kota, dan otomatis, mesti transit di Manggarai. Otomatis, Abang, Adik, Kaka2 yang di Pocin pun jadinya naik kereta yang jurusan Kota, dan otomatis si adik bungsu yang tadinya sudah naik kereta "yang bener", ikut - ikutan berhenti sejenak di Manggarai.
Satu hal yang menyejukkan hati. Aku ini pernah menjadi orang yang sangat tak menolerir ketidakdisiplinan, aku pernah menjadi yang cukup antipati dengan orang lelet, lamban, yang menurutku kinerjanya tidak cepat, cermat dan teliti (wew) dulunya. (sekarang pun masih, sesekali). Aku akan langsung mencak - mencak jika segala sesuatunya tak berjalan sesuai rencana. Maka wahai kawan, bagaimana aku tidak malu hati dan takjub melihat tampang mereka __Abang, Kakak2 dan Adikku itu__ketika mereka malah cengenges - cengengesan, berhalo - halo ria, dan justru senyum sumringah melihatku (si biang keladi kekacauan pagi itu) di dalam kereta? Tak ada muka masam! Malah mata - mata orang di kereta jadi sibuk melirik kami yang langsung bercerita panjang lebar tentang apa saja. (aku juga sesekali melirik mereka _para penumpang yang lain itu_ takut mereka "terzhalimi" pula dengan kehebohan kami. Rupanya mereka malah ikut tersenyum - senyum. Sepertinya memaklumi)
Apakah kami, yang bersembilan di dalam kereta itu sudah saling kenal?
Tidak semua! Ada yang baru pertama kali bertemu. Tapi kami ini memang sudah akrab saja (teman Faceboooook) :D
Sesampainya di Ancol, kami kembali merasakan kekuatan rasa persaudaraan.
Semua orang rela, menghabiskan waktu liburnya untuk kerja bakti hari itu.
Di wahana Kotak Cakrawala, bersama - sama memilih, mengemas, dan memaketkan buku - buku untuk dikirim ke aak2 SD di pelosok Nusantara. Ada juga yang sibuk menuliskan Surat Semangat dengan kening berkerut untuk berbagi motivasi yang akan menjadi suntikan semangat perjuangan bagi mereka di daerah terpencil. Atau ikut membuat dan mengemas alat peraga sains, membuat Kartu dan Keping Pedia, Mengkreasikan lagu sebagai hiburan sekaligus media belajar, dan sebagainya. Semuanya bergerak, saling melempar senyum dan tanpa malu - malu bertanya, "ada yang bisa saya bantu?"
Pengalaman termenarik bagiku, ikut Teater Dongeng tanpa persiapan. Awalnya kupikir sederhana saja: apa sulitnya bercerita? Tapi kawan, bagi yang terbiasa dengan dunia teater untuk kalangan mahasiswa atau umum, mengonsep cerita untuk anak SD dan menyesuaikan bahasa maupun gayanya itu sungguh susah sekali! Pencerita anak profesional dengan pencerita dadakan itu sungguh berbeda! Salut pada Abang yang bisa mengonsep tampilan dan menyiapkan cerita dalam waktu yang sangat singkat, "Si Mini yang Sakit Perut". Kami mendongeng dengan boneka, tokohnya boneka si Minion, Gery si Gurita, dan Titi si Itik. Sungguh profesional! ^_^
Aku sendiri berperan sebagai (narator apa pembawa acara ya? Kaku sekali layaknya penyiar berita! hi3).
Sungguh, banyak hal lagi yang ingin kusampaikan, tapi yang terlebih banyak adalah hal yang tak terungkapkan lewat kata - kata.
Terimakasih pada Abang dan Kakak yang telah diilhamkan oleh Allah Subhwanahuwata'ala untuk mengundang saya, pada semua relawan yang telah menumbuhkan kembali bibit - bibit "kebersamaan dan persatuan" dalam jiwa kami. Pada kakak - kakak dan adik - adik yang 'terzhalimi secara tak sengaja' oleh saya karena ketinggalan kereta dan berlapang dada menunggu menit demi menit dengan tampang seperti anak hilang di stasiun [hihihi]. Pada yang rela telat pulang nungguin saya nyetop angkot, dll. Saya kembali mengeja kata - kata itu sepanjang perjalanan pulang: kesabaran, pengorbanan, kesetiakawanan, keikhlasan, keluwesan, lapang dada, dan.. yang tak kalah serunya bergema - gema di benak saya ditengah derasnya hujan mengguyur malam, "mengapa mereka mudah sekali mengalah dan memaafkan? Sekiranya semua orang demikian, damailah dunia"
Ah ya, tadinya saya tidak mau memakai kata "kami", soalnya bisa jadi muncul pertanyaan; kami?? kok kesannya "ekslufif"?
Ah, tidak kok kawan. Kami disini adalah kita. Siapapun itu, dari komunitas mana pun dia, kami teman mereka. Dalam hal - hal yang kita satu visi misi, mari saling bekerja sama. Dalam hal - hal yang memang sudah tidak kita sepakati, mari kita saling tersenyum dan menghargai prinsip masing - masing.
NB: Pagi ini aku membuka Al Qur'an dan melihat ayat:
dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yg beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yg berada di bumi, niscaya kamu tak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
Lagipula, pengantar yang dimuat untuk melandasi acara ini benar - benar membuatku terkesima sekaligus terkesiap,
Saat kita berangkat ke kantor tiap pagi, pada saat yang sama 49 juta anak - anak Indonesia juga berangkat ke sekolah mereka. Mereka belajar bersama 3,3 juta guru dan jutaan pelaku pendidikan lain dalam berbagai perannya. Sebagai angka, jumlahnya luar biasa besar. Setiap saat sejak gerakan ini didirikan kami terus menyaksikan kelajuan barisan besar ini dengan segala riuh - rendah serta kerumitan perjuangan mereka. Ribuan orang melakukan in i semua dengan ketulusan dan keikhlasan yang kadangkala sulit dipahami. Guru - guru yang penuh bakti pada kemajuan muridnya, kepala sekolah yang penuh perhatian pada guru - gurunya; dan tidak hanya itu, ribuan relawan yang bekerja dalam berbagai bentuk perannya dalam gerakan pendidikan… untuk menghormati seluruh kerja keras mereka yang sedang menyiapkan lapir besar generasi masa depan Indonesia, dan atas semua rasa syukur pada kemajuan gerakan kita ini, kami mengundang Anda untuk menjadi relawan _satu hari_ dan ikut kerja bakti dalam FGIM. Hadir dan ikut bekerja bersama mereka, para pejuang pendidikan itu. Jadilah bagian dari -meminjam istilah Chairil Anwar- barisan tak bergenderang berpalu ini. MOTTO: SEGERA BERBUAT, SERENTAK BERGERAK."
Nah. Karena menyadari kata - kata pengantar itulah kami semua serasa tersadarkan kembali (apa ini pemborosan kalimat? au ah. Lagian, ini memang cuma brainstorming :)
Meskipun bisa jadi pada awalnya niat kami kesana beda - beda: ada yang sekedar melepas rasa penasaran, segan menolak undangan yang dihormati, sekedar refreshing dari rutinitas monoton, macam - macam.
Tidak itu saja, banyak pelajaran berharga yang kudapatkan sepanjang perjalanan kami berangkat hingga pulang dari festival ini. Aku yang _soksibuk_ ini entah mengapa "tidak ngeh" bahwa di page FB telah disepakati bahwa ngumpul keberangkatan itu jam 7.00 (atau pukul 6.30 ya?). Gawatnya lagi, rupa - rupanya "kesantaianku" kemarin itu berefek domino. Ringkasnya begini. Sesuai kesepakatan, kami akan berangkat bersama 10 orang, memesan tiket Kampung Bandan jurusan Tanah Abang. Dua dari Bogor (nah. salah satunya aku si biang keladi ini), sebagian menunggu di Pocin, dan satu orang lagi si 'adik bungsu' rela menunggu di Manggarai hanya untuk bisa berangkat bersama (padahal kereta yang dia naiki itu ga perlu transit). Aku memang sudah wanti - wanti kemungkinan telat. Tapi toh Mba __maaf, nama sengaja disamarkan, untuk menghindari kekaguman lebih lanjut :)__tetap setia nungguin saya di stasiun. Padahal kami belum pernah bertemu sebelumnya, hanya saling bertukar info dan nomor handphone di FB dan janjian. Baru itu saja. Gara - gara saya "terlambat selangkah" dan tidak mungkin rasanya menunggu kereta jurusan Tanah Abang sampai berjam - jam, kami pun jadinya malah memesan tiket jurusan Jakarta Kota, dan otomatis, mesti transit di Manggarai. Otomatis, Abang, Adik, Kaka2 yang di Pocin pun jadinya naik kereta yang jurusan Kota, dan otomatis si adik bungsu yang tadinya sudah naik kereta "yang bener", ikut - ikutan berhenti sejenak di Manggarai.
Satu hal yang menyejukkan hati. Aku ini pernah menjadi orang yang sangat tak menolerir ketidakdisiplinan, aku pernah menjadi yang cukup antipati dengan orang lelet, lamban, yang menurutku kinerjanya tidak cepat, cermat dan teliti (wew) dulunya. (sekarang pun masih, sesekali). Aku akan langsung mencak - mencak jika segala sesuatunya tak berjalan sesuai rencana. Maka wahai kawan, bagaimana aku tidak malu hati dan takjub melihat tampang mereka __Abang, Kakak2 dan Adikku itu__ketika mereka malah cengenges - cengengesan, berhalo - halo ria, dan justru senyum sumringah melihatku (si biang keladi kekacauan pagi itu) di dalam kereta? Tak ada muka masam! Malah mata - mata orang di kereta jadi sibuk melirik kami yang langsung bercerita panjang lebar tentang apa saja. (aku juga sesekali melirik mereka _para penumpang yang lain itu_ takut mereka "terzhalimi" pula dengan kehebohan kami. Rupanya mereka malah ikut tersenyum - senyum. Sepertinya memaklumi)
Apakah kami, yang bersembilan di dalam kereta itu sudah saling kenal?
Tidak semua! Ada yang baru pertama kali bertemu. Tapi kami ini memang sudah akrab saja (teman Faceboooook) :D
Sesampainya di Ancol, kami kembali merasakan kekuatan rasa persaudaraan.
Semua orang rela, menghabiskan waktu liburnya untuk kerja bakti hari itu.
Di wahana Kotak Cakrawala, bersama - sama memilih, mengemas, dan memaketkan buku - buku untuk dikirim ke aak2 SD di pelosok Nusantara. Ada juga yang sibuk menuliskan Surat Semangat dengan kening berkerut untuk berbagi motivasi yang akan menjadi suntikan semangat perjuangan bagi mereka di daerah terpencil. Atau ikut membuat dan mengemas alat peraga sains, membuat Kartu dan Keping Pedia, Mengkreasikan lagu sebagai hiburan sekaligus media belajar, dan sebagainya. Semuanya bergerak, saling melempar senyum dan tanpa malu - malu bertanya, "ada yang bisa saya bantu?"
Pengalaman termenarik bagiku, ikut Teater Dongeng tanpa persiapan. Awalnya kupikir sederhana saja: apa sulitnya bercerita? Tapi kawan, bagi yang terbiasa dengan dunia teater untuk kalangan mahasiswa atau umum, mengonsep cerita untuk anak SD dan menyesuaikan bahasa maupun gayanya itu sungguh susah sekali! Pencerita anak profesional dengan pencerita dadakan itu sungguh berbeda! Salut pada Abang yang bisa mengonsep tampilan dan menyiapkan cerita dalam waktu yang sangat singkat, "Si Mini yang Sakit Perut". Kami mendongeng dengan boneka, tokohnya boneka si Minion, Gery si Gurita, dan Titi si Itik. Sungguh profesional! ^_^
Aku sendiri berperan sebagai (narator apa pembawa acara ya? Kaku sekali layaknya penyiar berita! hi3).
Sungguh, banyak hal lagi yang ingin kusampaikan, tapi yang terlebih banyak adalah hal yang tak terungkapkan lewat kata - kata.
Terimakasih pada Abang dan Kakak yang telah diilhamkan oleh Allah Subhwanahuwata'ala untuk mengundang saya, pada semua relawan yang telah menumbuhkan kembali bibit - bibit "kebersamaan dan persatuan" dalam jiwa kami. Pada kakak - kakak dan adik - adik yang 'terzhalimi secara tak sengaja' oleh saya karena ketinggalan kereta dan berlapang dada menunggu menit demi menit dengan tampang seperti anak hilang di stasiun [hihihi]. Pada yang rela telat pulang nungguin saya nyetop angkot, dll. Saya kembali mengeja kata - kata itu sepanjang perjalanan pulang: kesabaran, pengorbanan, kesetiakawanan, keikhlasan, keluwesan, lapang dada, dan.. yang tak kalah serunya bergema - gema di benak saya ditengah derasnya hujan mengguyur malam, "mengapa mereka mudah sekali mengalah dan memaafkan? Sekiranya semua orang demikian, damailah dunia"
Ah ya, tadinya saya tidak mau memakai kata "kami", soalnya bisa jadi muncul pertanyaan; kami?? kok kesannya "ekslufif"?
Ah, tidak kok kawan. Kami disini adalah kita. Siapapun itu, dari komunitas mana pun dia, kami teman mereka. Dalam hal - hal yang kita satu visi misi, mari saling bekerja sama. Dalam hal - hal yang memang sudah tidak kita sepakati, mari kita saling tersenyum dan menghargai prinsip masing - masing.
NB: Pagi ini aku membuka Al Qur'an dan melihat ayat:
dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yg beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yg berada di bumi, niscaya kamu tak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
Dari Kiri ke Kanan: Didi (pemilik "..."cafe -lupa namanya :D-), kak Ega (UI-Linguistic), Yani ("adek bungsu"), me, kak be3nd (kabarnya skrg kerja di Bank), bg Papau (guru luthu :), kak Uwie (teman kk Ani), kak Stella (UI-Litt), Annisa (spupu kk Ani), kak Ani (tanpa keterangan :D ) |
0 komentar: