Bahwa orang-orang yang paling bertaqwa saya pikir memang yang paling berhati-hati. Mereka berjuang untuk menjaga diri agar tak jatuh kedalam kubangan dosa, tetapi juga yang paling merasa berdosa. Sebab mereka tahu dengan pasti, sangatlah berbahaya bila diri merasa suci. Lagipula pastinya mereka mengerti, bahwa tidak akan ada manusia yang sanggup lepas dari mendurhakai Rabb-Nya, kecuali hamba-hamba yang disayangiNya.
Entahlah, saya sendiri merasa, masing-masing kita pun memang tak akan mampu mengenal orang sejauh yang diperkenalkan Allah SWT kepada kita. Tetapi diberi kemampuan bisa menebak, mana orang yang takut pada Rabb nya, mana yang berpura-pura, mana yang senang bermaksiat. Tentu firasat yang tepat spt itu, firasat al mukminin, hanya akan ada bila hati selalu terhubung denganNya. Seperti yang pernah disampaikan grup Nasyid Hijaz dalam lagu bernada sendu,
Pandangan mata selalu menipu
Pandangan akal selalu tersalah
Pandangan nafsu selalu melulu
Pandangan hati itu yang hakiki
kalau hati itu bersih
hati kalau selalu bersih, pandangannya akan menembus hijab
hati jika selalu jernih, firasatnya tepat karena Allah
tapi hati bila dikotori, bisikannya bukan lagi kebenaran
tapi hati bila dikotori, bisikannya bukan lagi kebenaran
Terlebih penting, nurani bisa mendeteksi, salah atau benarkah langkah yang dijalani. Nurani pun bisa menjadi acuan, siapa yang tepat dijadikan teman. Maka kali ini saya ingin bercerita tentang mereka, orang-orang yang disebut salih dan bertaqwa. Mereka mempunyai ciri-ciri yang sama, selalu berusaha mengakar di kedalaman, sekalipun sedang mengapung ke permukaan. Dan memang begitulah seharusnya.
Seperti yang dikatakan Ibn Ath Thaillah as-Sakandari,
"Tanamlah kebajikanmu di kedalaman tanah
sebab bebijian yang tampak dan menggeletak
susah 'tuk mengakar, apalagi berbuah mekar"
Maka, mereka yang disebut sebagai orang-orang salih, para kekasih Allah sama sekali bukanlah orang yang menonjolkan diri. Mungkin memang ada di antara mereka yang menonjol, tapi bukan sebab keinginan dirinya. Dan sungguh hati mereka juga tak pernah menyukai keterkenalan itu. Allah hanya hendak membebani mereka dengan ujian yang lebih berat berupa kemasyhuran. Bukankah suatu hukum alam bahwa, semakin tinggi pohon menjulang, akan semakin dahsyat pula badai menerjang?
0 komentar: